Jumat, 23 April 2010

Sekolah demi IPK atau Skill?

Banyak orang masih berpendapat bahwa IPK adalah tujuan utama kuliah sehingga mereka menghabiskan waktunya mati2an untuk meraih IPK bahkan dengan mengorbankan hal-hal yg lain demi sebuah IPK. Harapan para pelajar ini adalah bahwa dengan pekerjaan akan mudah diraih jika mereka mendapatkan IPK setinggi-tingginya.

Aku pribadi berpendapat lain. Menurutku jika seseorang sekolah hanya mendapatkan IPK dan tidak mendapatkan lain-lainnya, maka dia telah membuang-buang umurnya sekolah bertahun-tahun hanya untuk selembar kertas yg tidak banyak gunanya. Sebaliknya, yg semestinya didapatkan oleh seorang alumni PT adalah skill dan IPK hanyalah sampingan saja.

Di sinilah kesalahan para pelajar yg kuliah tapi tidak tahu apa yg seharusnya mereka raih sewaktu kuliah. IPK bukanlah tujuan dari sebuah proses perkuliahan. Itu hanyalah sebuah standard pengukuran untuk engetahui keberhasilan mahasiswa tersebut dalam proses belajar.

Semestinya memang IPK itu menunjukkan skill seseorang. Namun pada kenyatannya, ada juga banyak metode yg bisa dilakukan oleh seorang mahasiswa sehingga dia bisa meraih IPK tinggi namun tidak memiliki skill yg cukup. Oleh karenanya employer “tidak percaya” pada IPK . Employer tetap menguji si calon pegawai dengan wawancara dan berbagai test lainnya untuk melihat apakah si pelamar memiliki skill yg dibutuhkan atau tidak.

Skill tidak sama dengan Knowledge. Yg aku maksud itu memang skill alias keahlian. Knowledge itu hanyalah sebuah pengetahuan. Knowledge tidak bisa menjamin apakah seseorang itu mampu melakukan sesuatu atau tidak karena dia baru sampai di tahap tahu. Sementara seserang yg memiliki skill, tentu bisa melakukan sesuatu yg membutuhkan skill-nya tersebut.

Secara umum, skill itu bisa dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu:

1. Skill terhadap benda/alat
2. Skill terhadap manusia
3. Skill terhadap data

Di tempat kursus, yg bisa didapat hanyalah skill untuk menangani atau menghadapi benda-benda atau alat-alat. Sebagai contoh, seorang yg kursus montir, akan mampu mengganti busi, membuka roda mobil dan keahlian-keahlian lainnya untuk menangani benda tersebut (yg dalam hal ini adalah mobil). Tentu saja tidak semua tempat kurus juga bisa memberikan skill. Ada juga beberapa tempat kurus yg hanya memberikan knowledge/pengetahuan sementara lulusan kursus harus tetap berlatih di luar untuk mendaptkan skill.

Skill terhadap manusia tidak didapat dari tempat kursus. Skill ini didapat dari bersosialisasi dan berorganisasi. Di tempat kursus atau seminar hanya mungkin diberikan pengetahuan tentang skill ini, namun jika ingin menguasainya maka seseorang harus melatih dan menggunakannya. Tempat kursus/seminar tidak bisa menyediakan arena yg memadai untuk mendapatkan skill dalam kategori ini. Contoh skill yg masuk dalam kategori ini adalah: skill bernegosiasi, skill memotivasi orang lain, skill berkomunikasi yg efektif dan lain sebagainya.

Yg terakhir adalah skill terhadap data. Skill inilah yg semestinya didapatkan di bangku kuliah. Seorang lulusan perguruan tinggi diharapkan mempunyai skill untuk berhadapan dengan data. Seperti bagaimana waktu kuliah dulu, kita diajarkan dan dilatih bagaimana caranya melakukan observasi, memilih dan mengumpulkan sampling, mengolah data, menganalisa data, dan kemudian memberi kesimpulan atas data-data yg kita hadapi tersebut.

Jadi apakah berbeda orang yg masuk tempat kursus dengan orang yg sekolah? Jika si mahasiswa belajar dengan baik, maka tentu saja akan berbeda. Orang yg masuk tempat kursus itu melatih skill menghadapi benda, sementara orang yg masuk di bangku kuliah (S1, S2, S3) mengasah skill menghadapi data.

Yg perlu dicatat adalah bahwa Employer mencari pekerja-pekerja yg memiliki skill, bukan selembar kertas.

Di tempat kursus seseorang bisa memiliki sertifikat lulus ujian kursus. Dari PT, seseorang bisa mendapat ijazah dengan IPK tinggi. Namun itu semua bukan hal yg benar-benar dicari employer. Oleh karenanya employer menggunakan tahap seleksi lebih lanjut untuk menguji apakah orang-orang pemegang kertas ini memang benar-benar memilikk skill atau tidak.

So, jika anda memiliki selembar kertas, baik itu ijazah dengan IPK tinggi ataupun sertifikasi-sertifikasi lainnya, maka pastikan bahwa anda juga memiliki skill-nya. Jika tidak, maka anda mungkin akan kecewa karena employer tidak mau percaya begitu saja dengan kertas yg anda miliki sehingga masih menguji anda dengan wawancara dan metode uji lainnya untuk meyakinkan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar